KOLEKSI NOTA CINTA


SURAT CINTAKU


Sebenarnya surat ini ingin kukirimkan kepadamu wahai engkau yang mampu melumpuhkan hatiku. Surat ini ingin kuselipkan dalam satu kehidupanmu, namun aku hanya lelaki yang tak memiliki keberanian dalam mengungkapkan semua percikan-percikan rasa yang terjadi dalam hatiku. Aku hanya dia yang engkau anggap tidak lebih, aku hanya merasa seperti itu.

Assalamu’alaikum wahai engkau yang melumpuhkan hatiku

Tak terasa dua tahun aku memendam rasa itu, rasa yang ingin segera kuselesaikan tanpa harus mengorbankan perasaan aku atau dirimu. Seperti yang engkau tahu, aku selalu berusaha menjauh darimu, aku selalu berusaha tidak acuh padamu. Saat di depanmu, aku ingin tetap berlaku dengan normal walau perlu usaha untuk mencapainya.

Takukah engkau wahai yang mampu melumpuhkan hatiku? Entah mengapa aku dengan mudah berkata “cinta” kepada mereka yang tak kucintai namun kepadamu, lisan ini seolah terkunci. Dan aku merasa beruntung untuk tidak pernah berkata bahwa aku mencintaimu, walau aku teramat sakit saat mengetahui bahwa aku bukanlah mereka yang engkau cintai walaupun itu hanya sebagian dari prasangkaku. Jika boleh aku beralasan, mungkin aku cuma takut engkau akan menjadi “illah” bagiku, karena itu aku mencoba untuk mengurung rasa itu jauh ke dalam, mendorong lagi, dan lagi hingga yang terjadi adalah tolakan-tolakan dan lonjakan yang membuatku semakin tidak mengerti.

Sakit hatiku memang saat prasangkaku berbicara bahwa engkau mencintai dia dan tak ada aku dalam kamus cintamu, sakit memang, sakit terasa dan begitu amat perih. Namun 1000 kali rasa itu lebih baik saat aku mengerti bahwa senyummu adalah sesuatu yang berarti bagiku. Ketentramanmu adalah buah cinta yang amat teramat mendekap hatiku, dan aku mengerti bahwa aku harus mengalah.


Wahai engkau yang melumpuhkan hatiku, andai aku boleh berdoa kepada Tuhan, mungkin aku ingin meminta agar Dia membalikkan sang waktu agar aku mampu mengedit saat-saat pertemuan itu hingga tak ada tatapan pertama itu yang membuat hati ini terus mengingatmu. Jarang aku memandang wanita, namun satu pandangan saja mampu meluluhkan bahkan melumpuhkan hati ini. Andai aku buta, tentu itu lebih baik daripada harus kembali lumpuh seperti ini.

Banyak lembaran buku yang telah kutelusuri, banyak teman yang telah kumintai pendapat. Sebahagian mendorongku untuk mengakhiri segala prasangku tentangmu tentang dia karena sebahagian prasangka adalah suatu kesalahan,mereka memintaku untuk membuka tabir lisan ini juga untuk menutup semua rasa prasangmu terhadapku. Namun di titik yang lain ada dorongan yang begitu kuat untuk tetap menahan rasa yang terlalu awal yang telah tertancap dihati ini dan membukanya saat waktu yang indah yang telah ditentukan itu (andai itu bukan suatu mimpi).

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mungkin aku bukanlah pejantan tangguh yang siap untuk segera menikah denganmu. Masih banyak sisi lain hidup ini yang harus ku kelola dan kutata kembali. Juga kamu wahai yang telah melumpuhkan hatiku, kamu yang dengan halus menolak diriku menurut prasangkaku dengan alasan belum saatnya memikirkan itu. Sungguh aku tidak ingin menanggung beban ini yang akan berujung ke sebuah kefatalan kelak jika hati ini tak mampu kutata, juga aku tidak ingin BERPACARAN denganmu.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mungkin saat ini hatiku milikmu, namun tak akan kuberikan setitik pun saat-saat ini karena aku telah bertekad dalam diriku bahwa saat-saat indahku hanya akan kuberikan kepada BIDADARI-ku. Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, tolong bantu aku untuk meraih bidadari-ku bila dia bukanmu.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, tahukah kamu betapa saat-saat inilah yang paling kutakutkan dalam diriku, jika saja Dia tidak menganugerahi aku dengan setitik rasa malu, tentu aku telah meminangmu bukan sebagai istriku namun sebagai kekasihku.


Andai rasa malu itu tidak pernah ada, tentu aku tidak berusaha menjauhimu. Kadang aku bingung, apakah penjauhan ini merupakan jalan yang terbaik yang berarti harus mengorbankan ukhuwah diantara kita atau harus mengorbankan iman dan maluku hanya demi hal yang tampak sepele yang demikian itu.

Aku yang tidak mengerti diriku…

Ingin ku meminta kepadamu, sudikah engkau menungguku hingga aku siap dengan tegak meminangmu dan kau pun siap dengan pinanganku?! Namun wahai yang telah melumpuhkan hatiku, kadang aku berpikir semua pasti berlalu dan aku merasa saat-saat ini pun akan segera berlalu, tetapi ada ketakutan dalam diriku bila aku melupakanmu. .. aku takut tak akan pernah lagi menemukan dirimu dalam diri mereka-mereka yang lain.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, ijinkan aku menutup surat ini dan biarkan waktu berbicara tentang takdir antara kita. Mungkin nanti saat dimana mungkin kau telah menimang cucu-mu dan aku juga demikian, mungkin kita akan saling tersenyum bersama mengingat kisah kita yang tragis ini. Atau mungkin saat kita ditakdirkan untuk merajut jalan menuju keindahan sebahagian dari iman, kita akan tersenyum bersama betapa akhirnya kita berbuka setelah menahan perih rindu yang begitu mengguncang.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mintalah kepada Tuhan-mu, Tuhan-ku, dan Tuhan semua manusia akhir yang terbaik terhadap kisah kita. Memintalah kepada-Nya agar iman yang tipis ini mampu bertahan, memintalah kepada-Nya agar tetap menetapkan malu ini pada tempatnya.

Wahai engkau yang sekarang kucintai, semoga hal yang terjadi ini bukanlah sebuah DOSA.
  PENULIS : ABU HANIFAH





CINTA DUNIA


Cinta dunia adalah pangkal dari segala dosa. Dunia tidaklah sama dengan harta dan tahta saja. Harta dan tahta hanyalah bagian terkecil dari kehidupan dunia yang amat luas itu. Kehidupan dunia adalah kondisi obyektif Anda sebelum meninggalkan dunia. Sedangkan akhirat adalah kondisi obyektif

Anda setelah meninggal. Apa pun isi kehidupan yang Anda hadapi sebelum meninggal, maka itu adalah kehidupan dunia, kecuali ilmu pengetahuan, ma’rifat dan kebebasan. Kehidupan duniawi itu amat variatif.

Apa yang ada setelah kematian, juga merupakan wahana kenikmatan, bagi yang memiliki matahati. Tetapi wahana setelah meninggal itu bukanlah dunia, walaupun muncul di dunia.

Bagian-bagian duniawi tersebut saling terkait satu sama lain, berkaitan pula dengan upaya perbaikan kerja Anda, yang kembali pada harta-benda yang ada dan bagian Anda di dalamnya, serta kesibukan Anda untuk memperbaikinya.
Yang berupa harta-benda (materi) adalah bumi beserta isinya. 

Allah swt. berfirman:

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya...” (Q.s. Al-Kahfi: 7).

Kepentingan manusia terhadap bumi itu pun bervariasi, bergantung pada sisi bumi itu sendiri. Tanahnya secara umum dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat tinggal dan kebun. Tetumbuhannya sebagai obat dan makanan. Barang tambangnya sebagai sumber devisa, bahan-bahan produksi dan berbagai peralatan. Sedangkan binatang-binatang difungsikan sebagai alat kendaraan dan bahan makanan. Adapun manusia itu sendiri berperan sebagai khalifah Allah yang bertugas memakmurkan bumi dengan melakukan berbagai kebajikan dan mengembangkan keturunan. Semua itu telah terhimpun dalam firman Allah swt.:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak...” (Q.s. Ali Imran: 14).


Sedangkan bagian duniawi Anda di muka bumi, telah diungkapkan Al-Qur’an melalui kata “hawa nafsu”.

Allah swt. berfirman:

“... dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya ...” (Q.s. An-Nazi’at: 40).

Kemudian sebagai rincian terhadap ayat tersebut, Allah swt. berfirman pula:

“... Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permaianan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak...” (Q.s. Al.-Hadid: 20).

Di balik semua itu berbagai ancaman terselubung terhadap batin, berupa kedengkian, kesombongan, riya’, hipokrit, berfoya-foya, cinta dunia dan gila sanjungan. Semua itu adalah dunia batin. Sementara kekayaan fisik adalah dunia lahiriah. Kesibukan Anda untuk memakmurkan dan mengolah dunia melalui industri dan profesi, yang membuat manusia sibuk sehingga lupa diri, lupa prinsip dan kehilangan makna hidup, semata karena kelelapan mereka terhadap kesibukan duniawi itu.

Kesibukan itu muncul akibat dua kaitan: ketergantungan hati karena cinta dunianya, dan ketergantungan fisik dengan sibuk mengolahnya.

Itulah hakikat dunia, yang -apabila -mencintainya merupakan pangkal dari segala dosa. Padahal dunia diciptakan semata sebagai bekal menuju akhirat. Hanya saja gemerlap dunia itu seringkali membuat orang tersesat sehingga lupa pada tujuan hidupnya sebagai musafir menuju alam akhir. Ibarat pemula yang menunaikan ibadat haji, dia pasti disibukkan dengan segala persiapan dan perbekalan maupun perlengkapan kendaraannya, sehingga akhirnya dia pun tertinggal oleh rombongannya dan gagal menunaikan ibadat haji, malah dimangsa oleh binatang buas di padang pasir.

Itulah dunia yang tercela dan yang menghancurkan. Padahal substansinya adalah ladang akhirat. Kehidupan dunia merupakan salah satu fase perjalanan menuju Allah swt. Ia ibarat perumahan yang dibangun di tengah jalan. Di situ segala bekal perjalanan dipersiapkan dan disimpan. Siapa pun yang mempersiapkan dan mengambil bekal perjalanannya di situ sekadar kebutuhan, seperti bekal makanan, pakaian, menikah dan kebutuhan lain, maka la benar-benar menanam tanaman dan akan dipetiknya kelak di akhirat. Tetapi, barangsiapa melebihi batas dalam mengambil bekal dan terlena olehnya, maka dia bakal binasa.


Hidup di dunia, ibarat suatu kaum yang mengendarai sebuah kapal. Di suatu pulau, kapal itu berlabuh. Para awak kapal menyuruh penumpang turun untuk melihat-lihat kondisi alam di pulau tersebut dan sekaligus memenuhi hajat yang diperlukan. Akan tetapi, mereka diliputi kekhawatiran tertinggal oleh kapal dan tempatnya diambil alih orang lain. Maka, reaksi mereka pun berbeda-beda satu sama lain. Ada yang segera turun dan memenuhi hajat kebutuhannya, lalu segera kembali ke kapal sehingga mendapatkan tempat yang luas dan masih kosong. Ada yang terlena menyaksikan panorama pulau itu, sehingga terlambat naik ke kapal dan akibatnya dia pun tidak mendapatkan tempat yang cukup luas untuk dirinya berikut buah tangan yang dibawanya. Karenanya, buah tangannya itu terpaksa dipikul di atas bahunya hingga ke tempat tujuan.

Dan bahkan ada yang amat terlena hingga masuk ke dalam belantara yang berpanorama sangat indah, terpesona oleh keindahan bunga-bunga, tidak ingat ancaman binatang buas, keganasan alam, dan sebagainya. Ketika tiba di pantai, dia mendapatkan bahwa dirinya ternyata tertinggal seorang diri di tepi pantai. Selang beberapa saat kemudian datanglah binatang buas dan binatang berbisa yang siap memangsanya.

Demikianlah ilustrasi kehidupan di alam dunia bila dikaitkan dengan kehidupan akhirat. Cobalah kita renungkan!

Orang yang mengenal dirinya sendiri, akan mengenal Tuhannya. Siapa yang mengenal perhiasan dunia dan mengenal akhirat, maka la akan menyaksikan dengan cahaya jiwa, betapa kehidupan dunia itu bertentangan dengan kehidupan akhirat. Salah satunya adalah, bahwa seseorang tidak akan mencapai kebahagiaan di akhirat, kecuali jika menghadap Allah swt. dengan ma’rifat dan mahabbah kepada-Nya. Dan mahabbah tidak akan bisa dicapai, kecuali dengan melanggengkan dzikir.


Demikian pula ma’rifat kepada-Nya tidak akan teraih, kecuali dengan terus “mencari” dan “berpikir”. Dan keduanya tidak dapat dilakukan, kecuali menghindarkan diri dari kesibukan duniawi. Sebab, cinta dan ma’rifat kepada Allah tidak akan pernah bersandar di hati, kecuali bila hati itu sendiri terlepas dari rasa cinta kepada selain Allah swt. Dan teosofi seperti ini hanya dapat dihampiri oleh orang-orang yang tergolong ahli bashirah. Jika Anda memiliki matahati (bashirah), Anda adalah ahli rasa (dzauq) dan musyahadah. Bila Anda tidak mungkin seperti mereka, cukuplah Anda menjadi kelompok taqlid dan ahli iman saja. Namun perhatikan peringatan Allah dalam Al-Qur’an dan AsSunnah.

Allah swt. berfirman:

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna...” (Q.s. Hud:15).

“Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat...” (Q.s. An-Nahl: 107).

“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia...” (Q.s. An-Nazi’at: 37-8).

Sepertiga dari Al-Qur’an, ayat-ayatnya mengecam dunia dan para pengabdi dunia.

Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya dunia itu dilaknat, berikut segenap isinya juga dilaknat, kecuali jika disertai untuk tujuan kepada Allah swt.” (Al-Hadits).

“Dunia adalah manisan hijau. Dan Allah mengangkat kamu sebagai khalifah di atasnya, dan Dia menyaksikan bagaimana cara kamu bekerja.” (Al-Hadits).

“Sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu makhluk yang paling dibenci-Nya, melebihi dunia. Semenjak diciptakan, Dia tidak pernah memandangnya.” (Al-Hadits).

Sabdanya pula, “Barangsiapa di waktu paginya menjadikan dunia sebagai cita-cita utama, dia tidak akan mendapatkan apa pun dari Allah swt. Justru Dia akan senantiasa menyiksa hatinya dengan empat perkara: Kesusahan yang tidak ada putus-putusnya, kesibukan yang tiada akhirnya, kemiskinan yang tiada mencapai kekayaannya, dan angan-angan yang tidak akan pernah sampai tujuannya selama-lamanya. “

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, dia berkata, “Rasulullah saw bersabda, ‘Hai Abu Hurairah, maukah kamu bila kuperlihatkan dunia secara keseluruhan?’Aku menjawab, `Ya.’

Lalu beliau memegang tanganku dan menjulurkannya ke tempat sampah yang di dalamnya terdapat tengkorak kepala manusia, kotoran, kain lusuh dan tulang-belulang. Kemudian beliau bersabda, ‘Hai Abu Hurairah, kepala-kepala (tengkorak) ini adalah ketamakan dan angan-angan manusia, kini ia telah menjadi tulang tanpa kulit dan akan menjadi debu. Sedangkan kotoran ini adalah aneka makanan yang dimakan dan hasil usaha manusia, yang kemudian mereka buang dari perutnya, sehingga mereka saling menjaganya. Dan kain lusuh ini adalah pakaian mereka yang dicerai-beraikan oleh hembusan angin. Sedang tulang-belulang ini adalah tulang-belulang binatang yang mereka cari dan pelihara sampai ke berbagai penjuru. Barangsiapa menangisi dunia, maka menangislah!”

Dalam hadits lain beliau bersabda, “Kelak pada hari Kiamat akan datang suatu kaum yang amal perbuatan mereka seperti Gunung Tihamah; tetapi mereka digiring ke neraka.”Para sahabat berkata, “Termasuk orang yang mengerjakan salat wahai Rasulullah?” Nabi saw. menjawab, “Ya, mereka salat, puasa dan bangun di sebagian tengah malam. Dan bila ditawarkan nilai dunia, maka mereka sama-sama bergegas merebutnya.”

Nabi Isa as. menegaskan, “Cinta pada dunia dan juga pada akhirat tidak bisa menempati hati seorang Mukmin, seperti air dan api tidak bisa berada pada satu tempat.”


Rasulullah saw bersabda, “Waspadalah terhadap dunia, karena lebih dini daripada Malaikat Harut dan Marut.”

Nabi Isa as. bersabda, “Wahai Hawariyun, relakanlah dirimu mendekati dunia disertai keselamatan agama, sebagaimana penghuni dunia rela mendekati agama disertai keselamatan dunia.”

Diriwayatkan, bahwa Isa as. diperlihatkan substansi dunia dengan gambaran wanita tua yang buruk rupa, walaupun diberi perhiasan macam-macam. Isa as. berkata, “Berapa kali engkau menikah?”Wanita tua itu menjawab, `Aku tidak bisa menghitung suami-suamiku.” Isa as. bertanya lag’, “Mereka menceraikan kamu atau kamu ditinggal mati mereka?” Wanita itu berkata, “Kubunuh semuanya.” Isa as. berkata, “Sungguh mengejutkan sekali, suami-suamimu yang terakhir, mengapa mereka tidak mengambil pelajaran pada suami-suami terdahulu?”

Perlu Anda ketahui, orang yang menyangka bahwa memakai pakaian dunia pada badannya, sementara hatinya tetap sunyi dari dunia, berarti orang tersebut tertipu. Sebab Rasulullah saw bersabda, “Perumpamaan orang yang cinta pada dunia ibarat orang yang berjalan di atas air. Dapatkah orang berjalan di atas air, kakinya tidak basah?” (Al-Hadits).

Suatu ketika Ali bin Abi Thalib r.a. berkirim surat kepada Salman Al-Farisi r.a, “Dunia itu laksana ular, halus disentuh, tetapi bisanya membahayakan. Berpalinglah dari dunia yang mengagumkan diri Anda, karena Anda bersahabat sedikit dengannya; letakkan segala kegelisahan dunia, karena Anda yakin akan berpisah dengannya; jadilah diri Anda sebagai orang yang senang dengan apa adanya, karena lebih waspada dari bahayanya; sebab, pemilik dunia ketika merasa tentram la akan dikejutkan oleh sesuatu yang dibencinya.”

Nabi Isa as. berkata, “Dunia ibarat orang yang minum air laut, semakin banyak semakin terasa haus, sehingga membinasakan diri sendiri.” Ketahuilah, orang yang merasa tentram pada dunia dengan keyakinannya, bahwa la telah lari dari dunia, itu tergolong orang yang sombong.


Dunia, bahkan, seperti rumah yang disiapkan pemiliknya, dihiasi untuk menerima tamu-tamu yang datang. Kemudian la memasuki salah satu rumahnya, lalu disodorkan mangkuk emas berisi dupa yang harum, agar la mencium baunya.Dupa itu dibiarkan untuk orang-orang yang menemuinya, tetapi tidak untuk dimiliki. Tetapi, pikirannya bodoh, orang tersebut menyangka dupa dan mangkuk emas itu diberikan kepadanya. Ketika hatinya mulai berhasrat la menuntut, lalu la gelisah dan rakus. Kalau saja la cerdas dan mengetahui pasti la cukup mengambil manfaatnya, dan berterima kasih, lalu mengembalikannya dengan hati yang bersih dan dada yang lapang.

Begitu pula Sunnatullah di dunia. Dunia adalah rumah jamuan bagi orang yang lewat. Bahkan rumah para penghuni, agar orang-orang yang lewat memanfaatkan mengambil bekal perjalanan, seperti pemanfaatan barang pinjaman. Kemudian dipindahkan kepada orang berikutnya dengan hati yang lapang tanpa ada ketergantungan hati terhadap apa yang beralih dari tangannya. Bukannya seperti orang yang menyesal ketika dunianya berakhir ke tangan orang lain.

Oleh Kasman Alfaridzi





9 CIRI CALON-CALON ISTERI YANG DIIDAMKAN


1. Berpegang Kepada Agama

Wanita yang berpegang kepada agama mempunyai keperibadian yang unggul. Batas-batas syariat yang dipegang dan terpelihara dalam hidupnya mengangkat martabat dirinya sebagai seorang yang layak dikagumi oleh lelaki. Dia tidak akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan syariah Islam. Memang beruntung mana-mana lelaki yang beristeri dengan wanita sebegini.

2. Kecantikan Dalaman

Wanita yang tulen adalah lemah lembut dalam perwatakannya tetapi mempunyai prinsip dalam hidup. Inilah kecantikan dalaman yang dicari oleh ramai lelaki. Kalau cantik, tu dikira sebagai BONUS.

Wanita yang mempunyai kecantikan dalaman tidak akan sesekali menjual maruah dirinya hanya untuk mencari nama dan wang. Mereka tidak akan sesekali tunduk pada nafsu atau berbuat sesuatu semata-mata kerana mahukan harta dan kekayaan.

3. Manja

Lelaki suka wanita yang keanak-anakan atau yang ada sifat manja, supaya lelaki boleh memainkan peranan sebagai pelindung. Namun begitu, sifat manja dan keanak-anakan yang melampau tidak sesuai kerana ia akan menampakkan wanita itu seperti kurang matang.

4. Pandai Menjaga Kecantikan

Lelaki menginginkan wanita yang pandai menjaga kecantikan dirinya. Wanita dan kecantikan memang susah nak dipisahkan. Mereka akan kelihatan bertambah cantik jika bijak menguruskan penampilan diri. Lelaki secara fitrahnya memang mahukan wanita yang pandai menjaga kecantikan, kerana ia akan membuat mereka bangga.



5. Berakhlaq Mulia

Wanita yang berakhlaq mulia dikenali juga sebagai wanita solehah. Wanita adalah hiasan dunia, tetapi seindah hiasan adalah wanita solehah. Merekalah ibu, isteri, kekasih dan merupakan tunjang kejayaan suami.

6. Tidak Mempamer Keseksian

Lelaki suka menjamu mata dengan melihat aurat wanita, namun tidak suka menjadikanya isteri kerana keindahan diri wanita tu seolah-olah menjadi barang pameran untuk mata semua lelaki.

7. Tidak Cerewet

Lelaki suka pada wanita yang tidak cerewet. Mengapa pula? Sebab wanita yang cerewet boleh merimaskan dan mudah menyebabkan lelaki merasa jemu dengannya. Biasanya, wanita yang cerewet suka mengkritik apa saja yang tidak disenanginya walaupun perkara itu hanyalah perkara kecil.

8. Memahami Lelaki

Wanita yang memahami hati lelaki biasanya mempunyai intuisi yang cukup kuat. Lelaki mengimpikan wanita yang mampu memahami situasinya dalam keadaan suka dan duka. Pendek kata, tanpa perlu bersuara, dia itu sudah dapat membaca riak wajah suaminya. Lantas, bertindak menghiburkan atau memberi kekuatan.

9. Sejuk Mata Memandang

Wanita yang manis wajahnya dan sejuk dipandang mata akan mendamaikan perasaan seorang lelaki. Ciri-ciri Wanita Sejuk Mata Memandang seperti di bawa ini:

.:: - Bersopan satun
.:: - Senantiasa memaniskan wajah
.:: - Senantiasa memberikan senyuman ikhlas
.:: - Menutup aurat
.:: - Ramah dan mesra
.:: - Tidak terlalu cemburu
.:: – Menghormati orang lain


Baiklah saudari dan saudara.

Inilah 9 ciri-ciri wanita yang menjadi idaman lelaki. Semoga apa yang telah dikongsikan dapat memberi manfaat kepada diri anda dan menjadi kayu pengukur dalam keperibadian akhlaq diri saya dan juga anda serta pasangan.

Jadikan tips yang terakhir ini sebagai rutin harian dalam hidup. Sebelum tidur, cuba menilai atau memuhasabah diri kita kembali. Cuba lihat di mana kelebihan dan kekurangan diri kita serta apa yang telah kita capai pada hari ini. Andai kita mampu mengatasi kelemahan diri sendiri, teruskan memperbaikinya dengan secara beransuran dan fahami bahawa kelemahan itu wujud supaya kita tahu apa kekuatan diri kita. Sepertimana Dr Fadhillah Kamsah mendidik jiwa kita agar senantiasa mengamalkan sifat saling memaafi antara satu sama lain pada setiap malam sebelum melelapkan mata dan menikmati alam keindahan bermimpi.

Lantas, gunakan kelebihan dan kekuatan yang ada untuk mencipta kecemerlangan dalam diri untuk kebaikan bersama. Ingatlah bahawa setiap keindahan dan kesempurnaan itu hanya milik sang penakluk jiwa para hamba-hamba-NYA, yakni sang KHALIQ yang Maha Pencipta. Manakala pada kecacatan, keburukan dan kelemahan adalah ciptaan manusia itu sendiri termasuk diri saya yang dhoif di hadapan ALLAH Az Wajalla jua. Wallahu ‘alam..
 penulis : ABU HANIFAH





HATI SEORANG ISTERI


"Hai sekalian manusia, takutlah kamu kepada Tuhanmu yang menjadikan kamu dari diri yang satu, dan menjadikan isteri daripadanya, dan daripada keduanya, berkembang biak lelaki, dan perempuan dengan banyaknya…" An-Nisa : 1.


Hanan tahu. Perempuan dicipta untuk lelaki, dan begitulah sebaliknya. Hawa dijadikan Allah sebagai pengisi kekosongan Adam. Allah tahu. Allah maha tahu. Adam tidak betah keseorangan. Lalu terciptalah Hawa. Hawalah penyeri. Hawalah penghibur. Hawa jua racun berbisa. Bila mana iblis gagal menggoda Adam, lalu diganggunya Siti Hawa. 

Pujuk rayu Hawa akhirnya menundukkan ketaatan Adam terhadap Yang Esa. Lantas dicampakkan ke dunia. Dunia yang penuh kekejaman. Penuh noda. Penuh sengsara. Itulah wanita. Kuasa wanita bukan terletak kepada kekuatannya. Adam jatuh kerana Siti Hawa. Habil, dan Qabil berbunuhan kerana hawa. Bill Clinton menggemparkan dunia ekoran dakwaan si hawa. Pemimpin agung negara juga tersungkur kerana seorang wanita.

Hanan mengenali Muhammad sejak berada di kampus. Siapa tidak kenal lelaki itu? Bukan sahaja tampan, malahan mempunyai nilai peribadi yang tinggi. Ya… Muhammad memiliki peribadi yang boleh dibanggakan. Matanya yang tajam bisa menggegarkan jantung si gadis. Rambutnya lurus, kopiah di kepala. Mukanya bersih disinari cahaya. Bibirnya merah, sebagai tanda tidak merokok. Muhammad pastinya belum pernah menyentuh Dunhill, Malboro… Tetapi, bukan itu alasannya. Bukan itu puncanya. Ilmu… Ilmunya penuh di dada. Ilmu itu di hujung jarinya.

Rasulullah pernah bersabda, " Jika kamu mahukan dunia, dengan ilmu. Jika kamu mahukan akhirat, dengan ilmu. Jika kamu mahu dunia, dan akhirat, dengan ilmu."


"Umi… Abu ingat abi."

"Abi sibuk. Nanti malam, abi pulang. Abu dah solat? Pergi solat dulu. Kan abi pesan, solat mesti di awal waktu."

Abu Bakar… Putera sulung Hanan bersama Muhammad. Sebagai tanda cinta berpanjangan. Abu Bakar As-Siddiq… Sahabat akrab Rasulullah. Itulah impian Hanan. Setelah sah menjadi suri Muhammad, Hanan bercita-cita melahirkan zuriat sehebat Saidina Abu Bakar, seberani Saidina Umar, sesabar Saidina Uthman, dan sekental Saidina Ali, menantu kesayangan Rasulullah.

Hanan ingin benar memiliki sebuah keluarga Muslim yang berpegang teguh dengan syariat. Kini, setelah hampir sepuluh tahun melayari bahtera rumahtangga, pasangan itu telah dikurniakan dua orang cahaya mata. Putera sulung diberi nama Abu Bakar, manakala si puteri dipanggil Fatimah Az-Zahrah.

Fatimah… Begitu comel wajah itu. Masih Hanan ingat. Sewaktu Fatimah dilahirkan, Muhammad tiada di sisi. Si suami begitu sibuk dengan kerjayanya. Paginya menjadi penganalisis komputer. Malamnya menggegarkan pentas ceramah. Pendakwah bebas… Perginya ke mana-mana. Hanan bangga memiliki suami yang giat berjuang di jalanNya. Hanan terharu. Tetapi, naluri wanitanya tetap merasai kesedihan bila mana Muhammad tiada di sisi tika dia mahu melahirkan. Andai kata Hanan menghembuskan nafasnya yang terakhir, dia mahu memejamkan mati di sisi suami. Di pangkuan suami tercinta.


" Ayang nak letak nama apa?" 

" Suka hati abang la. Asal abang suka, ayang tak bantah." 

" Sumayyah?" 

" Abang suka?" 

" Entahlah. Apa kata… Fatimah Az-Zahrah."


Muhammad mengucup dahi isteri tercinta. Muhammad bahagia bersama Hanan. Muhammad bersyukur kerana Hanan kini menjadi miliknya. Dia tidak salah pilih. Hanan begitu memahami. Hanan tidak pernah merungut dengan segala kekurangan. Hanan sentiasa patuh, dan redha. Muhammad tahu, Hanan kurang setuju dengan permintaanya agar dia berhenti bekerja setelah kelahiran Abu. Tetapi, sebagai isteri yang taat, Hanan akur. Meskipun bertentangan dengan cita-cita, dan azamnya, Hanan tetap menerima. Hanan mahu menjadi setaat Siti Muthiah. Itu Muhammad tahu.

Saidatina Fatimah agak kecewa apabila mengetahui bahawa ada wanita lain yang memasuki syurga mendahuluinya. Siapakah dia? Apakah keistimewaannya sehingga disebut namanya oleh Rasulullah? Dialah Siti Muthiah. Wanita agung mentaati suami. Dirinya untuk suami. Kebahagiaan, dan kegembiraan dicurahkan buat suami.


" Wahai Muthiah, apakah perlunya peralatan itu?" Tanya Fatimah tatkala melihat Siti Muthiah memegang segelas air, sehelai kain, dan sebatang rotan di sampingnya. 

" Wahai puteri Rasulullah, kain ini kugunakan untuk mengelap peluh suamiku yang penat bekerja. Air ini kuhidangkan buatnya. Kutahu, dia tentu kehausan setelah lelah membanting tulang mencari rezeki buatku, dan anak-anak."


" Bagaimana pula dengan rotan?" 

" Jika layananku tidak memuaskan hatinya. Aku rela dipukulnya." 

" Adakah dia sering memukulmu?" 

" Tidak. Bahkan dia hanya memelukku di sisinya." 

" Kamu memang layak masuk syurga," bisik hati Fatimah.


Hanan ingin menjadi sehebat Siti Muthiah. Taat, dan patuh kepada suami. Menjadi penawar buat suami. Melahirkan permata hati untuk suami. Paling penting, melahirkan pejuang Islam masa depan. Takbir!! Hanan terkejut dari lamunan. Dia terkenang kisah lampau. Antara dia, dan Muhammad. Antara cita-cita, cinta, dan harapan. Konflik berlegar-legar. Cita-cita membantu ibu di desa. Meringankan beban ibu yang melahirkan. Membalas jasa bapa yang membesarkan. Hanan tahu perit ibu mengandungkan. Sakit ibu melahirkan. Penat ibu membesarkan. 

Kakak,Dulu, kakak cakap, bila kakak dah kerja, kakak nak bawa abang, Amir, Bobo pergi melancong. Nak bawa kami naik kapal terbang. Nak hantar ibu, dan ayah ke Mekah. Kenapa tak boleh sekarang? Kakak tak ada duit ye? Kakak tak cukup duit? Salam sayang dari kami di kampung. Abang.



Abang,Bukan kakak lupa. Kakak ingat janji kakak. Tapi, apakan daya. Kakak tak punya sumber. Belanja bulanan, boleh ditanggung. Janji kakak, agak sukar dikotakan. Sayang selalu. Kakak.

Konflik terus bermain di kepala. Antara ketaatan, dan cita-cita. Antara harapan, dan cinta. Hati Hanan menjerit. Dia ingin mengotakan janjinya. Ingin meringankan beban ibunya. Hanan merancang sebegitu lama. Hanan fikir, jika Muhammad membenarkan dia bekerja tetap, pastinya dia dapat menepati kata-katanya. Membantu keluarganya. Mengapalah Muhammad tidak pernah mahu mengerti?


" Ayang… Minggu depan abang kena bagi ceramah kat Kedah. Mungkin dalam dua hari." 

" Pergilah bang. Orang dah jemput." 

" Macam mana anak-anak?" 

" Abu… Macam biasalah. Sikit-sikit, abinya. Fatimah pula, tiada masalah." 

" Ayang… Penganjur tidak dapat sponsor ceramah abang. Minggu ni, kita jimat sikit ye. Duit ibu dah hantar?" 

" Emmm…."

Abang,Bukan harta yang dipinta. Bukan emas yang dirayu. Hanan ingin selalu di sampingmu.Hanan serba salah. Bukan dia tidak tahu dengan kerja suaminya. Sebelah pagi, Muhammad bergegas ke pejabat. malamnya, jika ada jemputan, Muhammad perlu berceramah. Kereta Wira itu sahajalah yang membawanya ke mana-mana. Kadang-kadang, Muhammad tidur beralaskan kusyen. Kadang-kadang Muhammad tidak tidur langsung. Hanan kasihan melihat suaminya. Meskipun Muhammad tidak pernah meluahkannya, Hanan tetap mahu melihat keselesaan suaminya. Ah!! Iblis begitu kuat menghasut. Sedangkan Nabi junjungan hidup sederhana. Sedangkan sahabat terdahulu lebih hebat dugaannya. Persetankan segala hasutan syaitan laknatullah. Dia perlu sentiasa redha, dan bersyukur dengan segala kurniaan Tuhan.

Allah pernah berfirman, "Ketika Tuhan memberitahu : Dan jika kamu berterima kasih, nescaya Kutambah nikmat yang ada padamu. Tetapi, jika kamu kafir, sesungguhnya seksaanKu amat keras. " Ibrahim : 7.

Ya… Hanan perlu sentiasa bersyukur dengan apa yang ada.

Seperti biasa, Hanan menjalankan kewajiban seorang ibu, dan isteri sebaiknya. Mengasuh mengikut pesan suami. Tidak dimanjakan, dan tidak pula terlalu keras. Hanan begitu bahagia. Alangkah indahnya, jika kelak, dia dijemput Tuhan, tika perit melahirkan zuriat. Bukan sengaja mahu meninggalkan anak-anak tanpa ibu. Suami tanpa isteri. Tetapi, Hanan mahu mati sebagai syuhadah. Bak kata seorang teman, " Hiduplah sebagai ulama’, matilah sebagai syuhadah." Hanan mahu mati dengan redha suami. Bukan tangisan yang mengiringi pemergiannya. Kadang-kadang Hanan cemburu. Cemburu memikirkan. Pastinya Muhammad akan menikah lagi. Anak-anaknya bakal punya umi baru. Akan ada orang lain di hati Muhammad. Memikirkan Ainur Mardhiah pun menggelisahkannya. Apatah lagi wanita di dunia.




" Kakak… Nenek sakit tenat. Baliklah. Ibu suruh kakak balik." 

" Abang Muhammad tiada. Pergi ceramah di Kedah. Macam mana kakak nak keluar rumah?" 

" Kakak telefonlah dia. Nenek dah nazak. Kakak kena balik." 

" Nanti kakak telefon abang Muhammad."

Telefon Muhammad? Mana mungkin Hanan mengganggu Muhammad waktu itu. Hatinya meronta untuk pulang. Tapi bagaimana? Hanan tahu, suaminya tidak akan marah.

Bukan benda kecil. Hidup mati manusia. Tapi, Hanan tidak mahu menghalang gerak kerja Muhammad. Jika dikhabarkan berita ini, pasti Muhammad gelisah. Hanan yakin, Muhammad pasti tidak dapat pulang malam ini. Hendak pulang sendiri? Hanan mana ada fulus? Kalau untuk dirinya saja, mungkin mencukupi. Tetapi, bagaimana dengan Abu, dan Fatimah? Tinggalkan di rumah? Tidak sama sekali. Apa-apa boleh berlaku. Budak-budak masih kecil. Tidak tahu apa-apa. Tidak mengerti apa-apa. Hendak beritahu ibu duit tidak mencukupi? Hanan tidak sanggup. Nanti, ibu pasti menjadi seperti inspektor polis yang giat menyoal-siasat banduan. Dari mana datangnya duit yang dikirimkan selama ini? Mana mungkin Hanan mampu mengirimkan wang jika duitnya tiada? Ibu tidak tahu. Dan ibu tidak perlu tahu. ibu juga tidak boleh ambil tahu. Hanan banyak berjimat. Ditahan keperluannya. Dipenuhi kehendak ibu bapanya. Sudahlah dia gagal menghantar mereka ke Mekah. Biarlah dia berkorban sedikit. Hanya sedikit…


" Kakak… Nenek dah meninggal." 

" Innalillahiwainnailahirajiun."

Hanan senyum sendiri. Menangis dalam senyuman.


Nenek tua itu telah sampai ajalnya. Telah tiba waktunya. Rambutnya putih. Tiada yang hitam. Mukanya cengkung. Tangannya berkedut. Hanan sayang orang tua itu. Dialah yang mengasuhnya selama ini. Mendidiknya menjadi orang yang berguna. Ibu juga mendidik. Ayah juga mengajar. Tetapi, keringat ibu, dan ayah lebih diperlukan untuk mencari sesuap nasi. Akhirnya, nenek pergi jua. Meskipun Hanan tidak menanam cita-cita agar janda kematian suami itu mati di sisinya. Alangkah indahnya jika dia ada bersama tika neneknya sedang nazak menunggu roh keluar dari jasad. 

" DaripadaNya kita datang. KepadaNya kita kan kembali."


" Kak Hanan." 

" Ya saya. Siapa di sana?" 

" Saya Nona, anak didik ustaz Muhammad." 

" Ooo… Ustaz tiada. Dia belum pulang. Nona nak pesan apa-apa?" 

" Em… Akak… Saya harap akak tidak marah. Tapi, saya dah tak mampu," talian sunyi sebentar. 

" Akak… Saya mencintai ustaz Muhammad. Saya tidak mampu menipu diri saya sendiri. Saya begitu sayang kepadanya, dan saya sanggup menjadi yang kedua." 

" Ustaz tahu hal ni?" Hanan cuba menahan getar di hatinya. 

" Mungkin tahu. Tapi, buat-buat tak tahu. Saya terseksa." Diam lagi… 

" Saya yakin ustaz akan mendengar nasihat akak. Kak… Pinanglah dia untuk saya."

Hampir terjatuh gelas putih itu. Hanan tidak sanggup. Dia tidak sanggup bermadu. Tidak rela dimadu. Apatah lagi berkongsi suami. Hanan tidak sekuat Saidatina Aisyah. Aisyah juga cemburukan isteri-isteri Rasulullah. Bermadu tak semanis yang disangka. Mungkin lebih pahit daripada hempadu. Hanan tahu, lelaki yang mampu layak bernikah lebih daripada satu. Malahan dua… Tiga… Empat… Hanan yakin Muhammad mampu mengemudi dua buah bahtera. Tapi…

Hanan tidak cukup kuat untuk itu. Sudah banyak dia berkorban. Perlukah dia berkorban lagi? Dia berkorban kerana ketaatan. Kerana patuh terhadap suami. Perlukah dia terus memendam rasa lagi? Menangis!! Hanan tidak akan menangis kerana dugaan, dan ujian. Saidina Ali pernah menangis kerana dirasanya Allah tidak memandangnya. Mengapa? Kerana dirasakan tiada ujian diturunkan buatnya. Ujian!! Sebagai tanda kasih Tuhan. Sama ada ingin mengangkat martabat hambaNya itu, ataupun sebagai kafarah dosa yang dilakukan. Dua-dua sama. Sebagai tanda cinta Ilahi.

Allah pernah berfirman, 
" Tidak Aku bebani seseorang sesuai dengan kesanggupannya," Al-Baqarah : 286.

Hanan juga tahu firman Tuhan, " Sesungguhnya Allah bersama orang yang bersabar." Tapi…

Macam mana dengan Nona? Nona mencintai suaminya. Mengapakah Muhammad yang dipilih? Bukan teruna lain di muka bumi Allah ini? Adakah Muhammad turut mempunyai perasaan yang sama? Atau, adakah mereka sebenarnya saling mencintai? Oleh sebab tidak sanggup berterus-terang, Muhammad menyuruh Nona meminta kebenaran. Nanti… Abu, dan Fatimah akan punya dua umi. Tidak sanggup Hanan memikirkannya. Tidak sanggup dia melihat kemesraan Nona, dan Muhammad. Berkahwinlah tapi jangan berdampingan di hadapannya. Bermesralah tapi usah mempamerkan kemesraan itu. Hanan yakin. Kala itu, dia pasti akan menangis. Kalau dulu, Hanan menangis dalam senyuman. Tapi kini, tangisannya berbunyi. Tangisannya meggugurkan air mata jatuh ke bumi.

Hanan teringat pesan Tok Guru. Poligami tidak salah. Malah meringankan beban wanita yang terseksa. Asal kita hayati, fahami konsepnya. Beliau juga berpesan kepada para suami agar tidak menambah yang sedia ada. Tetapi, jika gelora hati tidak mampu ditahan, nikahlah. Kahwinlah satu lagi. Tafaddhal masykura. Banyak kelebihan sebenarnya isteri yang membenarkan suaminya berkahwin lagi. Pertama, darjatnya pasti diangkat Allah. Kedua, membolehkan si isteri mendekatkan diri kepada Tuhan. Benar. Bila suami bersama isteri kedua, bolehlah isteri pertama melakukan ibadat sunat. Bolehlah dia qiam sepertiga malam. Hanan tahu semua itu. Pasti dia dapat menghampiri Tuhannya. Mengadu, merintih kepadaNya. Tapi…Kan ketaatan itu juga satu ibadah?


"Kenapa lain macam saja ayang sekarang? Ada masalah ke?" Muhammad mula bersuara bila mana dia menyedari perubahan yang berlaku kepada isterinya. Senyum Hanan lain dari biasa.


"Tak adalah bang. Ayang letih saja," kata Hanan menahan sebak di dada. 

"Bukan sehari abang kenal ayang. Dah bertahun kita bersama. Kenapa ni? Ayang ada masalah? Atau baby ni merungsingkan ayang?" Sangkal Muhammad lantas mengusap perut isterinya yang mengandung tujuh bulan itu. Hanan… Abang mencintaimu. Muhammad memeluk Hanan, dan mendudukkan dia di sisinya.


"Ceritakanlah… Ayang bukan sahaja isteri abang. Tapi sahabat, dan teman bagi abang. Tiada rahsia antara kita." 
" Abang…" Hanan makin sebak. 

Tiba-tiba… 

" Umii… Tengok abang ni. Dia kacau Imah." 

" Alaa. Bukan Abu nak kacau. Abu nak main saja." 

" Abu main kasar, bukan nak main elok-elok. Cakap kat abi." 

Tak sanggup Hanan membuka suara. Mujur putera puterinya buat hal. Kalau tidak, tak tahu apa yang akan berlaku. Pasti dia akan teresak-esak di pangkuan Muhammad. Nona! Mengapakah kamu hadir dalam hidupku? Kenapa Muhammad yang kau pilih? Kenapa dia yang kau cinta? Bagaimana jika Muhammad bersetuju? Tak sanggup Hanan menerima realiti itu. Satu mimpi ngeri buatnya. Jika Muhammad menolak, Hanan pasti menangis suka. Tapi, jika Muhammad menerima? Hanan menangis juga. Dia menangis kedukaan. Muhammad pasti memujuk tapi hatimya telah mati. Cerai? Ya. Perkara halal yang dibenci Allah. Hanan tidak pernah terfikir untuk minta cerai. Hanya Muhammad yang diharapkannya.

Sudah sebulan peristiwa itu berlaku. Hanan melaksanakan tanggungjawab seorang isteri seperti lazimnya. Diasuh anak-anak sebaiknya. Dilayan suami seikhlasnya. Tidak pernah Hanan bermasam muka. Apatah lagi berwajah sugul. Hanan lupa. Dia tidak boleh menipu Muhammad. Suami itu menyedari perubahan Hanan. Ada benda yang cuba disembunyikannya. Senyum Hanan manis tapi tidak semanis dahulu. Segalanya berubah. Muhammad amat mencintai Hanan, dan dia tidak mahu perubahan ini. Apa dah jadi? Muhammad gelisah tak tentu. Kerjanya tanpa kosentrasi. Senyuman Hanan yang lain itu sudah cukup meresahkan Muhammad. Sedarkah Hanan? Lebih parah lagi bila Muhammad tidak dapat melakukan kerja dakwah seeloknya. Itulah kuasa wanita. Yang akhirnya menyungkurkan seorang lelaki. Bangkitlah Muhammad. Sesungguhnya

"Katakalah: Jika bapa-bapamu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, kaum kerabatmu, harta benda yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu takuti kerugiannya, serta tempat kediaman yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah, rasulNya, dan jihad ke jalan Allah, maka tunggulah olehmu, sehingga Allah mendatangkan seksaanNya…" At-Taubah : 24.


" Abang…" Hanan bersuara satu malam. 

" Yang…" 

" Baru-baru ni, pelajar abang telefon." 

" Ya." 

" Nona namanya," Hanan cuba melihat reaksi Muhammad tapi tiada perubahan pada wajah itu. 

" Ya." 

" Katanya…" Diam seketika. 

" Katanya dia mencintai abang. Dia mahu mengahwini abang." 

" Jadi?" Begitu tenang lelaki ini. 

" Kahwinilah dia," lantas Hanan menangis teresak-esak. Dia tidak mahu menangis tapi dia tidak mampu menahan sebak di dada. Disembamkan mukanya di riba suami. Habis basah pelikat itu. Hanan menangis, dan terus menangis. Tidak sanggup untuk menatap wajah suaminya. 

" Sebab inikah kamu berubah isteriku?" Bisik hati Muhammad. Diangkat muka Hanan. Ditenung mata yang berair itu. Hanan menundukkan muka lantas menyembamkan wajahnya di ribaan suami. Muhammad mengangkat kembali wajah itu. Ditenung lagi mata itu. Tenungan yang sememangnya tajam semakin tajam jadinya. 

" Kalau ayang suruh abang kahwin, Kenapa menangis?" Diam… 

" Ayang tak sanggup?" Diam lagi… 

" Kalau tak sanggup, Kenapa suruh abang kahwin?" Lidah Hanan kelu. 

" Ayang. Tiada orang lain di hati abang. Ayang tiada celanya. Buat apa abang nak cari lain? Isteri abang hanya seorang. Nazihatul Hanan namanya. Terima kasih kerana bersama abang selama ini. Melahirkan keturunan abang.


Lagi seminggu Hanan akan melahirkan bayi yang ketiga. Kalau muzakkar, namanya Umar. Kalau muannas, pastinya Siti Muthiah. Muhammad tidak sabar menanti saat itu. Saat lahirnya marjan, sebagai tanda kasih berpanjangan. Hanan terlalu banyak berkorban. Begitu teguh di belakangnya. Tika dia turun berjuang. Kasihan Muhammad melihat Hanan. Lain pula dia kali ini. Benar-benar tidak bermaya. Mukanya pucat. Langkahnya longlai. Mujur senyuman itu menghilangkan kecatatan yang ada.


" Abang… Takut rasanya kali ini." 

" Kenapa? Kan abang ada." 

" Entah bang. Melahirkan ni umpama nyawa di hujung tanduk." 

" InsyaAllah, segalanya akan selamat." 

" Abang…" 

" Ya." 

" Kalau ada apa-apa yang berlaku pada ayang…" 

" Tak akan ada apa-apa yang berlaku." 

" Kalau-kalau…" 

" Semua akan selamat," pintas Muhammad. 

" Kalau-kalaulah… Abang nikahilah Nona sebagai pengganti ayang."

Inilah wanita. Sekali tergores, sekali terusik, payah nak sembuh. Prasangka tidak pernah luput. Muhammad mengerti. Prasangka itu tandanya sayang. Tapi, usahlah begitu. Benarlah kata seorang motivator. Wanita itu mudah tersentuh. Sensitif benar hatinya. Emosinya tidak dapat dibendung. Sentiasa mengikutinya. Menjadi pengawal peribadi yang setia. Hanan juga tidak terkecuali. Percayalah Hanan. Cinta abang untuk Hanan seorang.


"Encik Muhammad… Nampaknya pihak kami hanya punya satu jalan. Sama ada ingin menyelamatkan si bayi, atau si ibu." 

"Selamatkan keduanya," Muhammad seolah memberi arahan.

Muhammad memegang erat isterinya. Muka Hanan pucat lesi. Diusapnya rambut hitam Hanan. Diciumnya pipi itu. Muhammad ingin menangis tetapi tidak sanggup membiarkan air matanya gugur ke bumi. Bukan kerana ego. Hanan sendiri tidak menangis. Masakan dia boleh menangis? Darah begitu banyak tetapi tangisan bayi masih belum kedengaran. Hanan sedaya upaya melawan sakitnya. Yang penting, anak Muhammad itu lahir ke dunia. Nyawanya nombor dua. Nafasnya kian sesak. Tiba-tiba… Kedengaran bayi mendendangkan lagunya. Makin lama, makin rancak bunyinya. Serentak dengan itu, Hanan menghembuskan nafasnya yang terakhir.
penulis : ABU HANIFAH




AKU MEMANG PENCINTA WANITA





Engkau-Kah Pencinta Wanita?


Em, semalam semasa aku balik dari library, ketika sampai sahaja di rumah sewa kawanku. Aku terpandang dan terdengar sebuah klip video lagu ‘aku memang pencinta wanita… namun ku bukan buaya… aku memang pencinta wanita… yang lembut seperti dia… bla, bla, & bla lagi..’ huhu, aku pun terlayan lah sekali… em, yap sampai habis.


Selepas je habis lagu tu, aku terusterbaring. Fikiran terus melawang memikirkan beberapa rangkap lagu tadi. Em, Setakat manakah kau mencintai wanita? Kalau difikir-fikirkan dan diteliti daripada klip video tu, aku konfius sangat-sangat. Adakah wanita yang macam tu kau nak cintai bagai nakrak… kalau aku, rasanya kau patut rasa kasihan atau pun simpati, tapi bukan mencintai.


Memang patut kita kasihankan wanita yang macam tu. Kerana, di samping silelaki-lelaki yang memakai baju yang penuh bergaya… em, bergaya ker? Bolehla juga dikata bergaya, em, kira pakaian yang ok la… (compare dengansi wanitanya) si wanitanya pulak memakai pakaian yang aduhai… terkoyak sana dan sini. Terabak di bawah dan terlondeh di atas. Tu yang aku kasihan tu. Then, tayang sana, tayang sini…huhu, malu aku nak mencintai wanita sepertinya…Begitu murah harga badannya untuk ditayang dan dieksploitasi ke sana dan ke mari. Bagi aku, wanita macam tu sebenarnya dah tak ada harga dah.Senang sangat untuk tengok aurat-nya.Free jer kan..


Then, aku terus termenung memikirkan… ‘macam sama je gambaran dengan wanita-wanita jahiliyyah ketika sebelum kedatangan Islam’. Yang mana menurut Imam Mujahid (dalam menafsirkan ayat ke-33 surah al-Ahzaab), “Suatu ketika dahulu, golongan wanita berjalan di hadapan lelaki (tanpa segan silu).

Then, Imam Qatada pula berkata, “Suatu ketika dahulu, kaum wanita berjalan dihadapan lelaki dengan gaya yang menghairahkan.





Huhu, menakutkan. Wanita sekarang semakin mencintai kejahilan (dalam ber-agama). Ingin kembali kepada dunia jahiliyyah. Mereka dah mula menolak kemurnian dan kesempurnaan. Mana tidaknya… di kala lelaki berpakaian elok-elok menutup seluruh badan dan tubuhnya, tiba-tiba si
perempuannyaberpakaian ‘pelik’. Pelik… kerana dibuka sana dan sini. Macam manusia sakai (purba), cuma berbeza pada textile tapi gaya (fesyen) tetap sama.

Hanya ditutup pada sebahagian bahagian tubuh tertentu sahaja. Manakala sebahagian bahagian lain dibuka untuk tanyangan umum (U) dan tanpa sensor.Aku terus melawang dan berfikir, dikala zaman awal kedatangan Islam, Islam turut datang dengan syariat untukmenyelamatkan wanita di zaman jahiliyyah ketika itu. Di kala bayi-bayi perempuan yang baru lahir dibunuh sesuka hati (berdasarkan adat mereka),Islam datang menegah supaya jangan dibunuh bayi yang tiada dosa itu.Boleh rujuk Surah at-Takwiir (81): 8-9).


Dan di kala wanitanya dijadikan bahanpemuas nafsu semata-semata, Islamdatang melindungi wanita dengan syariatnya yang syumul. Wanita bukanlagi simbol #### dan barangan eksploitasi mainan lelaki. Wanita dilindungi dengan pakaian yang baik-baik. Wanita dilindungi dengan jilbab dan kain tudung. Wanita dicintai dengann cara yang sebaik-baiknya. Wanita diberikan ilmu dan ruang untuk membina peribadi yang unggul. Wanita menjadi pembimbing (pengasuh) utama dalam membina dan melahirkan generasi manusiacemerlang dalam pelbagai bidang. (Rujuk
Surah an-Nuur (24): 31, al-Ahzaab (33):59), (al-Hujuuraat (49): 13), (at-Taubah (9): 71).


Ia sungguh memperlihatkan kepada kitabetapa hebatnya impact kedatangan Islam ke tanah arab pada masa itu. Daripada wanita yang dianggap tidak punya nilai,Islam datang menjadikan wanita aset insani (modal insanlah kiranya) yang sangat tinggi nilai dan martabatnya didalam dunia yang sedang membina tamadun. Islam memperjuangkan hak kesamarataan tanpa mengira lelaki dan wanita, Islam mementingkan aspek taqwa dan keimanan. (Rujuk Surah al-Hujuuraat(49): 13)


Namun, kini… apa dah jadi ni… para wanita dah lupa semua sejarah-sejarah tu ke? Atau tak ambil tahu langsung? Mereka lebih enak dibuai kejahilan dan nafsu buas bersama si lelaki sampah.

Em… carilah lelaki yang baik-baik…

Aduhai wanita, marilah bangkit semula dan berpegang kepada perundangan Islam yang sangat sempurna bagi tujuan membina peribadi–mu… peribadi seorang muslimah sejati. Bagi meraih keredhaan yang hakiki… keredhaan Ilahi.




Jagailah dirimu… suatu aset yang amat tinggi nilainya. Jika engkau sendiri yang tidak menjaga dirimu dan tidak memperhiasi dirimu dengan akhlak Islami… siapakah lagi yang akan bertanggungjawab melindungi-mu dari segala ancaman buas nafsu duniawi yang hanya memperdayakan ini.

Ingatlah, “Tiap-tiap yang berjiwa akanmerasakan mati. Dan sesungguhnya padahari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung.Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (AliImran, (3): 185)


Aduhai wanita, andainya dirimu habis ternoda… maka itu adalah silapmu sendiri kerana engkau yang alpa…

Renungilah maksud ayat ini;


“Maka janganlah kamu melunakkan(mengghairahkan) dalam berbicarasehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik” (al-Ahzaab (33):32)


“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya(pakaian yang menutup aurat dengan baik) ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal (pembeza keimanan –muslimah), karena itu mereka tidak di-ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Ahzaab (33):59)


Ayat ini menerangkan mesej yang sangat jelas kenapa hari ini terlalu banyaknya gejala buruk menimpa wanita.Maka… jelaslah di sini siapa sebenarnya ‘PENCINTA WANITA’ yang hakiki. Iaitulah ALLAH melalui syariatnya… Islam.


Dan, kepadamu lelaki… bukan semudah yang disangka untuk memiliki wanita(bukan hanya dengan cinta), perlulah melalui perundangan yang sah. Bukan main tibai jer… Jika benar anda pencinta wanita, buktikan dengan etikanya.

Em… wanita, jadilah wanita yang baik-baik… demi masa depan anda!


“Wanita-wanita yang keji adalah untuklaki-laki yang keji, dan laki-laki yangkeji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yangbaik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (Surahan-Nuur (24): 26)


Allahu ‘alam… (habis sudah kutermenung…)


“…Katakanlah lagi (kepadanya): Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?Sesungguhnya orang-orang yang dapat mengambil pelajaran dan peringatan hanyalah orang-orang yang berakal sempurna”. (Surah Zumar (30): 9)
PENULIS : ABU HANIFAH







      PERMAISURI MUSLIMAH HATI
(CATATAN HATI SEORANG MUJAHID)
Aku tak tahu siapa dia ketika itu. Tapi melihat dan merenung wajahnya  walaupun sesaat telah mendatangkan selaut sakinah ke dalam diri. Orangnya sederhana sahaja, dengan jilbab labuh paras pinggang, dan sekali-sekala jubah warna polos membaluti tubuh kecilnya; tidak menarik. Tidak mengikut arus peredaran fesyen masa kini . Gelora fesyen millenia yang menggila tidak dapat menggugah caranya. Tapi dia tetap menarik perhatianku. Senyumnya, lembut bicara yang terlontar dari dua ulas bibir yang merah itu, cahaya dari matanya yang bundar… Ah, pendek kata segala yang ada pada dirinya mampu meraih segenap tumpuan pancainderaku.

Perkenalan kami berlaku secara tidak sengaja. Benarlah segala yang dirancang Rabb itu amat indah susun aturnya. Ketika itu, seawal jam 7.40 pagi. Langit tika itu masih kelam. Mentari belum mahu bangun dari kamar beradu, sejuk masih menggigit-gigit. Ketika itu, aku resah dengan kelewatan bas yang tak sampai-sampai, sedangkan tuntutan masa begitu menekan. Ketika itulah, dia muncul dari hujung jalan. Matanya yang bercahaya, wajah bersih, dan secangkir senyum pendeknya menyapa aku dengan ramah tanpa suara. Di tangannya terkejap Tafsir Fi Zilalil Quran, karangan Syeikh Sayyid al Qutb. Dia langsung duduk, tekun mengulit satu demi satu helaian. 

Bila bas buruk berbelang hijau kuning itu sampai, kami menaikinya dan kemudian duduk sebelah-menyebelah. Aku menyapa dengan senyum pendek. Dia menyambut dengan salam, menggelar dirinya Assyaheeda, langsung bertanya mengenai diriku. Sejak itulah aku mula mengenalinya, sedang seolahnya kami sudah berabad lamanya menjalin ukhuwah di taman mardhotillah.


Assyaheeda, bakal doktor perubatan, tahun ketiga di Universiti Mujahadah Malaysia ini; UMM. Malu aku sendiri, sedang aku yang bakal bergelar ustazah tidak lama lagi pun tak sealim dia. Ilmunya benar-benar mengagumkan aku. Semangatnya mencari ilmu mencemaskan aku. Hujahnya mengasak-ngasak minda picikku. 

Dia hebat! Sempurna! Muslimah sejati, harapan umati.




Aku mahu bercerita tentang kehidupan sehari-hariannya. Benar aku bukan sekamar dengannya (* kalaulah aku dapat memohon dari dahulu)., tapi sejak hati kami bertaut di laman ukhuwwah, aku kerap berkunjung ke kamarnya. Bukankah menatap wajahnya sahaja sudah mendatangkan sejuta sakinah? Masakan aku dapat membiarkan gedung ilmu itu terbiar tanpa soalan-soalan “bodoh”ku? (*Sabarnya dia melayan kerenahku yang serba-serbi jahil ini, dengan soalan maha mengarut, dengan senyuman dan lembut bicara yang mendamaikan jiwa. Walau seribu kali soalan itu kutanya!)

Kata kak Wani, Assyaheeda bangun seawal 4.00 pagi, tika masih ramai diulit mimpi. Kata Kak Wani, dia sedar langkah-langkah yang berderap lembut dan berhati-hati kepunyaan sahabatku itu akan menuju ke musolla di tingkat satu. Bila pulang sahaja, pasti tersisa jernih air di pipi mulus miliknya. Dia akan duduk di meja studynya, khusyuk menadah doa, sebelum meneruskan pembacaan buku-buku perubatan yang bertimbun di atas meja.

Kata kak Wani lagi, Assyaheeda tak pernah berenggang dengan sebuah buku kecil berbalut biru miliknya. (*Aku sedar kehadiran buku kecil yang istimewa itu.) Bila marah, pipinya akan memerah, sedang wajahnya sebenarnya berseri dengan warna itu, kerana itu sekali-sekala aku menyeru namanya dengan panggilan Humayrah. Dia tak pernah sekali-kali meninggikan suaranya.( Dia selalu mengingatkan aku; seburuk-buruk suara adalah seperti suara keldai). Bila sendiri, atau semasa kami berjalan-jalan, jika kesepian tiba-tiba mencengkam, aku selalu perhatikan dua ulas bibirnya itu terkumat-kamit, bersulam dengan nafas lembutnya.

Misterinya sahabat yang kukasihi ini, sehari bersamanya bagaikan sejam sahaja yang berlalu. Namun sejak akhir-akhir ini, aku lihat dia seolah-olah dirundung hiba yang cuba disembunyikan dalam tawa halusnya. Sesekali aku perasan ada air yang bergenang di sudut matanya yang bundar itu. Bila ditanya, dia akan membalas dengan gurauan yang menyenangkan hati. Lalu soalan aku akan berlalu sepi.

Waktu itu, kami seluruh warga kampus sibuk dengan persiapan peperiksaan akhir tahun. Aku pula tiba-tiba dibeban taklifan yang tak putus-putus. Program kampus bertali arus. Lalu kami hampir tak bertemu sepanjang minggu, sedang hatiku dicengkam rindu.




Ketika berita itu sampai kepadaku, aku jatuh dan tak sedarkan diri berhari-hari lamanya. Bila aku sedar dari pengsan, aku ingin sahaja terus pitam dan tidak lagi bangun-bangun. Seolahnya kekuatanku diragut pergi dengan pemergian Assyaheeda. Jika tidak kerana tarbiyah sahabatku itu, dan ingatanku kepada tazkirah-tazkirah yang sering menghiasi hari-hari indah kami, aku pasti aku sudah lama mati.

Berbulan lamanya aku menahan perasaan ini dengan penuh sabar , sahabatku Assyaheeda! Senyumnya, lembut bicara yang terlontar dari dua ulas bibir yang merah itu, cahaya dari matanya yang bundar terus menghantui hari-hariku. Kerinduanku padanya seolah-olah terubat, bila petang itu ummi Assyaheeda menziarahiku. Kedatangannya mendamaikan perasaan yang kucar-kacir ini, memulih semula semangatku yang terbang pergi. Akhir pertemuan di petang syahdu itu, ummi menghulurkan buku kecil berwarna biru itu.

Ya, buku kesayangan Assyaheeda yang teristimewa.



Kekasih, 

Jiwa ini seakan-akan hendak punah, 
Assyaheeda, sahabat yang paling aku kasihi. Kisahmu akan aku khabarkan kepada mereka di luar sana. Muslimah yang terlalu rindu kepada Kekasihnya hingga mati kerana gila!


Cerpen : Dipetik alwancomics.com

Malamku akan sepi tanpaMu, 
Siangku akan pudar warnanya tanpa redhoMu. 


Kekasih, 
Tak terdaya lagi serasanya, 
Jiwaku seakan hendak pecah, 
Rinduku padaMu membuak-buak, 
Panas dan membakar setiap nafas yang kuhirup, 
Aku rindu! 
Rindu padaMu, 


Kekasih, 
Izinkan masa terhenti 
Supaya pertemuan kita akan terjadi…